Suku Bunga Perbankan Masih
Penghambat Pembiayaan Umkm Di Indonesia
Abstrack
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah
satu usahayang sudah teruji daya tahannya pada krisis multidimensional di
Indonesia. Untuk itu, UKM perlu dikembangkan dengan tujuan tidak hanya
meningkatkan pendapatan pengusaha tetapi juga mengatasi pengangguran. Dalam
pengembangannya, banyak hambatan yang harus ditangani dengan serius agar UKM
dapat maju dan berkembang dari segi kualitas, kuantitas, manajemen, bahkan
sumber daya manusianya. Kurangnya informasi dan minimnya teknologi telah
membatasi akses UKM dengan dunia luar, sehingga pengusaha UKM tidak dapat
menggunakan fasilitas perbankan. Untuk itu perlu diberdayakan suatu cara
pengenalan fasilitas-fasilitas perbankan seperti fasilitas kredit. PT Bank
Mandiri Cabang SBDC Medan merupakan salah satu institusi perbankan yang telah
berusaha membantu UKM dengan pemberian kredit dan pembinaan manajemen UKM. Hal
ini membentuk hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak
sehingga UKM tidak perlu lagi meminjam uang dari rentenir. Kinerja ekspor UKM lebih
kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti malaysia, Filipina dan UKM,
baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam hal divesifikasi produk. Ini
menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi pada produk tradisional yang
memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian jadi, meubel.
Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia
termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka
panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang
diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, teknologi dan
jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka
pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan
pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber
informasi dan perbaikan mutu.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu
bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali
di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional
(PDRB) hanya 56,7 persen dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM
memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia
serta mempunyai andil 99,6 persen dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam
kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa
kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini
saja. Usaha Kecil Menengah atau lazim kita kenal sebagai UKM mempunyai banyak
peranan penting dalam perekonomian. Salah satu peranannya yang paling krusial
dalam pertumbuhan ekonomi adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya
yang fleksibel dan cakap membuat UKM dapat direkayasa untuk mengganti
lingkungan bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Dalam
banyak kasus, dari sejumlah UKM yang baru pertama kali memasuki pasar, di
antaranya dapat menjadi besar karena kesuksesannya dalam beroperasi. Sejak
krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami
kebangkrutan dan melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Berbeda dengan UKM
yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UKM dianggap
sektor usaha yang tidak cengeng dan tahan banting.Selain itu sebagai sektor
usaha yang dijalankan dalam tataran bawah, UKM berperan besar dalam mengurangi
angka pengangguran, bahkan fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi
korban dipaksa untuk berfikir lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor
UKM ini. Produk-produk UKM, setidaknya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan nasional, karena tidak sedikit produk-produk UKM itu
yang mampu menembus pasar internasional. Sekarang ini lembaga-lembaga donor
internasional semuanya mendukung perkembangan UKM. Ada yang melihatnya sebagai
wahana untuk menciptakan kesempatan kerja (ILO), ada yang melihatnya sebagai
penjabaran komitmen mereka (IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia) untuk
memerangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Di Asia, perkembangan sektor
UKM ini juga dilihat sebagai salah suatu jalan keluar dari krisis ekonomi. Para
donor multilateral dan bilateral (antara lain Jepang).
semuanya akan menyediakan dana dan bantuan teknis
untuk pengembangan sektor ini.
RUMUSAN MASALAH
2.1. Apa itu UKM ?
2.2. Bagaimana keadaan UKM di Indonesia ?
2.3. Sejauh mana perkembangan UKM di Indonesia
?
2.4. Masalah apa yang dihadapi UKM saat ini ?
2.5. Bagaimana solusi untuk mengatasinya ?
BAB II PEMBAHASAN
LANDASAN TEORI
1.1. Peran Menurut Horton dan Hunt [1993], peran
(role) adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai
peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton [1968]
dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi
masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat
(nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta
distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya.
Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan
(reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga
setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang
diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam
suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya
dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari
perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982]
mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap
caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan
status dan fungsi sosialnya.
1.2. Usaha Kecil Menegah (UKM) Menurut Kementrian
Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan
UKM), yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI)
adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- . Sementara itu, Usaha
Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang
memiliki kekayaan bersih antara Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi
UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha
yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah
merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. 1.3. Perekonomian
Dalam Wikipidia Indonesia Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh
suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada
individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah
sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu
mengatur faktor produksinya.
PEMBAHASAN MASALAH
2.1. Keadaan UKM di Indonesia Usaha skala
kecil di Indonesia adalah merupakan subyek diskusi dan menjadi perhatian
pemerintah karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan dapat
memberi kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama menyadari
bahwa sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik keberhasilan dan
pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai
jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja agi
urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam
perekonomian secara keseluruhan. Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit
usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 adalah sektor : (1)
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan
Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; (5) Jasa.
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara
berturut-turut adalah sektor : (1) Pertambangan dan Penggalian; (2) Bangunan;
(3) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih.
Secara kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa
sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil
dan menengah (UKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan
omset dan aset UKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat
menyaingi satu perusahaan berskala nasional. Data-data tersebut menunjukkan
bahwa UKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila
mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu
untuk dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan
perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia
usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Jawa Barat
dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat tahun 2000, jumlah kelompok
usaha kecil di Provinsi Jawa Barat adalah 6.751.999 unit atau merupakan 99,89%
dari keseluruhan jumlah kelompok usaha yang ada. Penyebaran kelompok usaha kecil
ini masih didominasi oleh sektor pertanian dengan jumlah usaha/rumah tangga
sebanyak 4.094.672 unit atau 60,57% dari total keseluruhan usaha yang ada.
Sampai dengan tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang terserap dalam usaha kecil
dari berbagai sektor ekonomi di Provinsi Jawa Barat berjumlah 10.557.448 tenaga
kerja atau 84,60% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada di Jawa barat.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja usaha kecil di Jawa
Barat adalah yang terbesar dibandingkan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja
pada usaha besar dan menengah. Gambaran di atas nampaknya sudah cukup untuk
menafikkan pikiran bahwa UKM adalah usaha yang tidak penting, hanya untuk
orang-orang tidak berpendidikan. Justru mungkin inilah saat bagi kita yang
sudah menyadari begitu dahsyatnya ketangguhan UKM, untuk mulai memberikan
perhatian yang lebih serius di dalam sektor ini. Kita selayaknya harus belajar
dari Jepang, sejak reformasi sistem keuangannya pada tahun 1958, tonggak utama
perekonomian Jepang adalah UKM, sebagai solusi permodalan, pemerintah Jepang
mendirikan lembaga penjamin kredit guna membantu para pengusaha kecil menengah
dalam mengembangkan usahanya. Lembaga seperti ini di Jepang namanya Credit
Guarantee Corporation (CGC). Lembaga ini membantu menyediakan penjaminan untuk
memperoleh kredit dari bank bagi UKM. Memang, saat ini peran UKM nampak belum
begitu dirasakan, karena kurangnya kekuatan bersaing dengan produk-produk luar
negeri, dan juga masalah klasik yaitu permodalan. Kita harus melihat ini
sebagai masalah yang harus kita pecahkan bersama. Karena kita tidak ingin
selamanya terpuruk di dalam krisis yang sudah lebih dari 5 tahun melanda negeri
kita.
2.2.
Pengembangan Sektor UKM Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal
yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting
dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari
tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM.Usaha kecil
menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju
dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang
merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang.
Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini
tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan
hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang
dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain
Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait
dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman
atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan
ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam
maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan. Pemerintah pada intinya
memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap
kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap
menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi.[9] Secara keseluruhan, terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit
usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses
pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan
layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan
kompetisi. Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan
dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak
mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas.Konsep pembangunan
yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM)
sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial,
melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan
dilaksanakan secara berkesinambungan.Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi
terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM. Saat ini, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha
kecil menengah baru tahun 2020.Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu
banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para
pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi
ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi
batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif
bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan
produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif
apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain
program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM
sebagai program nasional.
2.3. Masalah
yang Dihadapi UKM saat ini Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha
Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi: a) Faktor Internal 1) Kurangnya
Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan Permodalan merupakan faktor utama
yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM,
oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan
atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik
yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga
keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan
teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi
hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak
semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. Terkait
dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber
pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme
pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap
akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki
akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM,
antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas
tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.[16] 2) Kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari
segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat
berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut
sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan
kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan
teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan
Penetrasi PasarØ Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah,
ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai
kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah
mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat
menjangkau internasional dan promosi yang baik.
Mentalitas Pengusaha UKMØ Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam
setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha
UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus
berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil
risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali
memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di
daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi
penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada. Kurangnya TransparansiØ Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun
UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan
usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus
dalam mengembangkan usahanya. b) Faktor Eksternal 1) Iklim Usaha Belum Sepenuhnya
Kondusif Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun
selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya
terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja,
ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil
dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan
indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan
kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan
kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Kebijaksanaan
Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus
disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat
antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara
pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk
menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya
prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan
jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan
perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM
tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar. 2) Terbatasnya
Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam
memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya
harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis. 3) Pungutan Liar Praktek
pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu
kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini
tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya
setiap minggu atau setiap bulan. 4) Implikasi Otonomi Daerah Dengan berlakunya
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian
diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk
mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan
baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan
menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan,
kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk
mengembangkan usahanya di daerah tersebut. 5) Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun
2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan
proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk
yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu
kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia
(HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair
oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu,
UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan
komparatif maupun keunggulan kompetitif. 6) Sifat Produk dengan Ketahanan
Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata
lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan
lama. 7) Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan
produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar
nasional maupun internasional. 8) Terbatasnya Akses Informasi Selain akses
pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi.
Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh
terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk
lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan
jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain,
terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar
internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar
tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
2.4 Solusi
untuk Mengatasi Masalah UKM Sesungguhnya pemerintah telah banyak mengeluarkan
kebijakan untuk pemberdayaan UKM, terutama lewat kredit bersubsidi dan bantuan
teknis. Kredit program untuk pengembangan UKM bahkan dilakukan sejak 1974.
Kredit program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit investasi dan modal kerja permanen,
dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi. Setelah
deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan bunga bersubsidi secara
berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial. Selain itu, donor
internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM dalam mata uang
rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai kredit program
dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT),Kredit Pemilikan Rumah
Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan Mikro yang
disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat.[22] Selain itu, NPWP
sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga telah dihapuskan, dimana
hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi kita untuk
mengakses modal dari sisi perbankan. Selain peran dari Pemerintah, dunia
akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah
melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan UKM. Salah satu
diantaranya adalah program GTZ-RED yang diadakan atas dukungan GOPA/Swisscontact
yang telah berjalan sejak tahun 2003. Program ini bergerak langsung ke
daerah-daerah dengan menggunakan metode enabling environment dengan fokus pada
Business Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang
dilakukan oleh Technical Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center for
Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini
telah melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah,
menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk Pemerintah
Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu untuk diperbaiki.
2.5 Dengan
mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama
ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
a) Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan
terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman
dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan
pajak dan sebagainya. b) Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skema
kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk
membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial
formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana
modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain:
BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).Sampai saat ini, BRI memiliki
sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah
tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong
pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non
koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya. c) Perlindungan
Usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang
merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang
bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). d) Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM
dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk
menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk
memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan
demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis
lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri e) Pelatihan Pemerintah perlu
meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen,
administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya.
Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di
lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. f)
Membentuk Lembaga Khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung
jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka
mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
g) Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk
meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha
yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. h) Mengembangkan
Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan
mitra usahanya. i) Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama
atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk
menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan
usaha. j) Mengembangkan Sarana dan Prasarana Perlu adanya pengalokasian tempat
usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi
berkembang bagi UKM tersebut.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Meskipun
peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan
pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum
maksimal. Hal ini dapat dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti
definisi yang berbeda untuk antar instansi pemerintahan. Demikian juga
kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga
kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah, serta bersifat
tambal-sulam. Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu
mendapatkan penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke
kredit bank/sumber permodalan lain dan akses pasar. Selain itu kelemahan dalam
organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi. Masih
banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan UKM berkiprah
dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu permasalahan yang
dianggap mendasar adalah adanya kecendrungan dari pemerintah dalam menjalankan
program untuk pengembangan UKM seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap
kebijakan lain yang berdampak merugikan usaha kecil (seperti halnya yang pernah
terjadi di Jepang di mana kebijakan UKM diarahkan untuk mengkoreksi kesenjangan
antara usaha besar dan UKM), sehingga sifatnya adalah tambal-sulam. Padahal
seperti kita ketahui bahwa diberlakunya kebijakan yang bersifat tambal-sulam
membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi dari peraturan dan
pelaksanaannya, sehingga tujuan pengembangan UKM pun kurang tercapai secara
maksimal. Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi penanganan UKM
dengan serius, agar supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal. Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil
pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa
waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi
bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti
lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah
dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila
pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini
seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan
belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya Pengembangan UKM perlu
mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar
dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan
pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan
UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusianya Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak
diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam
pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya
usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah
(UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan
bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan
jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal
yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak
semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya
menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang
dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain
Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait
dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman
atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan
ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun
luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan. B. SARAN Dengan makalah ini,
semoga pembaca dapat menelaah lebih dalam tentang UKM serta berbagai masalah
yang dihadapi UKM tersebut agar nantinya dapat menghasilkan UKM yang lebih
kreativ, maju dan berkembang Selain itu dalam makalah ini mungkin masih banyak
kekurangan bahan – bahan dan leteratur, hanya sedikit yang dapat penulis
paparkan, sebaiknya pembaca agar dapat menambah sumber – sumber bahan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar