Jumat, 25 Desember 2015

KASUS EKSPOR-IMPOR MINYAK PETRAL GROUP (Siti Maroha, SS-UG, 4EB17)


KASUS EKSPOR-IMPOR MINYAK PETRAL GROUP (Siti Maroha, SS-UG, 4EB17)

Awalnya, Grup Perta didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan patungan antara Pertamina dan kelompok usaha dengan kepentingan Amerika Serikat (AS). Grup Perta awalnya diselenggarakan untuk memasarkan minyak mentah Pertamina dan produk minyak di AS Grup Perta mulai beroperasi perdagangan pada tahun 1972. Struktur perusahaan terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, sebuah perusahaan asal Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, sebuah perusahaan California, yang menangani sehari-hari kegiatan di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari reorganisasi besar pada tahun 1978, perusahaan Bahama diganti dengan Perta Oil Marketing Limited yang berbasis di Hong Kong. Pada bulan September 1998, Pertamina mengakuisisi seluruh saham Perta Group dan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan tersebut.

Berdasarkan persetujuan pemegang saham pada Maret 2001, perusahaan secara resmi berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Petral didirikan untuk menjadi tangan perdagangan Pertamina dan anak perusahaan untuk pemasaran Pertamina di pasar internasional. Petral adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi di dalam anak perusahaan Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai kebijakan perusahaan Pertamina dalam meningkatkan perdagangan minyak di tingkat internasional.

Hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
Audit forensik Petral adalah tantangan yang besar, hampir setara dengan risiko Tim RTKM yang mampu membubarkannya. Terlepas dari patgulipat ekspor hasil migas Indonesia sejak 1969 sampai 1996, yang paling menyakiti rakyat adalah perilakunya yang tidak terpuji saat impor migas 1996 dan sesudahnya sampai 2014.

Data BPS sejak 1996, impor minyak mentah sebenarnya sudah ada dengan volume 189 ribu bph dan berangsur naik sampai saat ini sedikitnya 850 ribu bph. Pada 2014 total impor minyak mentah setahun 833,54 juta barel; sementara tahun ini sudah kontrak impor minyak mentah 306,46 juta barel. Total barel yang dikelola Petral sejak 1996 sampai 2014 minimal 2,368 miliar barel. Jika sebetulnya ada diskon USD 1,3 setiap barel minyak mentah yang diimpor sebagai cash back seharusnya untuk negara, audit forensik minimal akan menemukan kecurangan sampai USD 3,43 miliar. Namun, sepak terjang Petral bukan hanya masalah diskon yang tidak transparan. Perilakunya dalam skala masif mengacaukan APBN dengan skema subsidi BBM yang berkepanjangan dan mengisap keringat rakyat. Besarnya subsidi BBM terus membengkak; pada 2007 masih Rp 83,8 triliun dan menjadi Rp 240 triliun pada 2014. Total subsidi sejak 2007 mencapai Rp 1.347,6 triliun! Malapraktik Petral jika dilihat dari dampak kerusakannya malah jauh lebih besar daripada kasus BLBI yang tidak tentu rimbanya. Audit forensik untuk Petral itu tentu saja sangat penting agar manajemen Pertamina semakin bersih dalam menghadapi kompetisi migas internasional yang semakin ketat. Namun, siapa pun auditornya harus tetap berpihak pada kebenaran dan bukan menjadi alat untuk kepentingan politik.


Review Kasus Petral (Anak Perusahaan Pertamina)
1. Nama KAP  : KAP Kordamentha

2. Jenis audit yang dilakukan : Audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.

3. Prosedur Audit :
§ a. Identifikasi Masalah
Dalam tahap ini Auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
§b.  Pembicaraan dengan Klien
Dalam tahap ini Auditor akan melakukan pembahasan bersama klien yang berkaitan dengan lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.
§ c. Pemeriksaan Pendahuluan
Dalam tahap ini Auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahuluan bisa dituangkan dengan menggunakan matriks 5W + 2H (Who, What, Where, When, Why, How, and How Much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H. Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
§d.  Pemeriksaan Lanjutan
Dalam tahap ini Auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisanya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
§e.  Penyusunan laporan
Pada tahap akhir ini Auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah :

·         Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi dilapangan
·         Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu,   jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan
·         Simpulan, yaitu berisikan kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud.

4. Kesimpulan :
       Pada kasus petral dapat diambil kesimpulan, bahwa Dirut PT Pertamina Dwi Soetjipto mengenai hasil audit petral yang terungkap bahwa KordaMentha tidak menemukan bukti atau informasi adanya korupsi maupun suap yang diterima oleh para karyawan petral. Hasil tersebut berdasarkan peninjauan (review) dokumentasi, data elektronik,wawancara, dan lain-lain. Pencarian bukti adanya korupsi juga sulit dilakukan karena auditor tidak berwenang membuka data-data rekening dan aset para karyawan petral. Sebaliknya hasil audit petral selama periode Januari 2012 hingga Mei 2015 itu hanya menemukan adanya penyimpangan dalam proses operasional perusahaan. Masalah itu berhulu dari perubahan kebijakan pimpinan pertamina pada tahun 2012 yaitu, pembelian minyak mentah dan produk minyak secara langsung dari perusahaan migas nasional (NOC) dan pemilik kilang. Kebijakan itu menimbulkan potensi inefisiensi dari sisi nilai dan volume. Ada tiga faktor penyebab inefisiensi tersebut. Pertama, kebijakan petral dalam proses pengadaan, mulai dari penentuan harga, volume dan pemilihan NOC yang tidak kompetitif. Kedua, kebocoran informasi tender. Ketiga, pengaruh pihak eksternal dalam proses bisnis petral, seperti pemilihan mitra tak langsung dan proses negoisasi term and condition. Terdapat tiga kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan terhadap Petral, yakni kajian mendalam (due dilligence) terhadap aspek keuangan dan pajak yang dilakukan EY serta legal oleh HSF dan wind-down process berupa inovasi kontrak,settlement utang piutang, dan pemindahan aset kepada Pertamina. Dalam kasus itu terdapat beberapa prinsip etika, yaitu diantaranya :
·         Tanggung jawab Profesi
Lembaga audit independen (Kordamentha) sudah bertanggungjawab terhadap profesi kode etik akuntan karena sudah menyiapkan bukti-bukti dan mengaudit para pegawai nakal hingga menemukan kecurangan yang merugikan negara.
·         Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Dalam kasus ini, lembaga audit independen (Kordamentha) telah membuktikan pegawai yang bermasalah tidak diberikan izin untuk mendapatkan wewenang lagi dalam menjalankan tugas dibagian impor BBM. Hal ini menunjukan integritasnya dan agar segera direalisasi sehingga meningkatkan kepercayaan publik (masyarakat). 

5. Temuan Audit :
Berdasarkan pelanggaran No. 100 tentang Independensi, Integritas dan Objektivitas dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dilakukan kasus Petral setelah diaudit oleh Kordamentha adalah sebagai berikut:
§ a) Terdapat jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
§ b) Dalam proses pengadaan terdapat kebocoran informasi rahasia yang dalam bentuk surat elektronik (email) maupun obrolan via sosial media. Informasi tersebut berkaitan dengan patokan harga dan volume bahan bakar minyak (BBM).
§c) Pengaruh pihak eksternal dalam proses bisnis petral, seperti pemilihan mitra tak langsung dan proses negoisasi term and condition.
§d) Ketidakefisienan rantai suplai berupa mahalnya harga crude dan produk serta dapat menyebabkan harga beli minyak yang kurang kompetitif yang dipengaruhi oleh kebijakan Petral dalam proses pengadaan.


Dibuat oleh :Siti Maroha, SS-UG, 4EB17

Sumber Informasi :