Jumat, 20 Juni 2014

Tugas Individu Softskill



Resume Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank
Kasus pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp40 miliar oleh Inong Malinda alias Malinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank tersebut merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat di tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah Malinda bersama suaminya Andhika Gumilang. Tengok saja koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari yang harganya di atas Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah menjadi artis juga turut menarik perhatian seluruh media infotainment. Pembobolan simpanan nasabah kakap oleh Malinda selama kurang lebih tiga tahun berakhir 23 Maret 2011 setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda di apartemennya di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri bergerak setelah mendapat laporan pihak Citibank pada bulan Januari. Dalam keterangan saksi di pengadilan terlihat modus yang digunakan Malinda, yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabah kakap terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan sibuk itu disodori blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank. Jaksa Penuntut Umum mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan pencucian uang dalam kurun waktu 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011 melalui 117 transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah senilai Rp27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
         Bagaimana Malinda beroperasi selama itu?
Guna meraih kepercayaan nasabah, wanita 47 tahun tersebut terlebih dahulu memperlakukan mereka secara istimewa, misalnya dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai nasabah sangat percaya. Dari sini, Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia gunakan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank untuk melakukan transaksi. Untuk mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, duit inilah yang digunakannya, antara lain untuk menyicil angsuran mobil super mewah seperti Ferrari. Tengok saja kesaksian Rohly Pateni, salah satu nasabah yang menjadi korban Melinda. Dia mengaku sangat percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja. Berdasarkan kesaksian mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid, Melinda mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utama di empat perusahaan yang didirikannya bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan Gesang Timora tersebut. Dari keempat perusahaan ini, Melinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya, Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim. Andhika menampung uang curian itu dengan membuka banyak rekening dengan identitas berbeda karena menggunakan KTP palsu. Dia juga diseret ke muka pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang diduga hasil tindak pidana istri sirinya. Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Adapun Visca ditetapkan diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai lebih dari Rp8miliar, dalam kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal 19 Oktober 2010. Tahap pertama Melinda menyetor sebesar Rp2.063.723.000. Lalu, Malinda mengirim lagi Rp.5.429.199.000 dan selanjutnya Rp66juta, dan terakhir Rp401.480.000. Jaksa mengatakan, dari tiap transaksi itu, Visca mendapat imbalan sebesar Rp5 juta. Sedangkan suaminya, Ismail yang juga diadili didakwa menampung uang dari Melinda sekira Rp20,4 miliar sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam 51 kali transaksi.
Sementara itu, jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP. Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun penjara. Fakta lain yang cukup menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Management, namun mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Yang juga tak terungkap dari kasus tersebut adalah identitas dan latar belakang nasabah yang ditangani Melinda yang kabarnya mencapai puluhan orang. Sebab, yang melapor ke polisi cuma tiga orang. Semula, banyak pihak berharap seluruh nasabahnya melapor sehingga di sisi lain juga bisa ditelisik apakah ada di antaranya pejabat negara sekaligus mencari tahu darimana sumber uang itu. Selain menjerat Melinda, Andhika, Visca, dan Ismail, polisi juga menyeret rekan kerja Melinda yakni Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor Manager. Mereka menyusul Dwi Herawati binti Harno Wijoyo, Novianty Iriane binti Emon, dan Betharia Panjaitan yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani persidangan dengan tuduhan turut membantu perbuatan Melinda. Kasus ini masih akan berlanjut di tahun 2012 karena semua terdakwa masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belum satu pun dari mereka yang dijatuhi vonis oleh hakim. Proses persidangan bisa saja berlanjut hingga beberapa tahun ke depan jika persidangan berlanjut ke tingkat Mahkamah Agung.
Sudut pandang dari kasus diatas dan Kesimpulan :
Kasus Bank Century merupakan salah satu tindak pidana perbankan. Dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa pelaku kejahtan, Malinda Dee, melakukan kejahatan manipulasi data. Dalam tindak pidana perbankan memanispulasi data dengan cara memindahkan rekening orang ke rekening lain adalah salah satu kejahatan perbankan.Pengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang juncto Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, tersebut di atas pada intinya dapat digolongkan sebagai berikut :
1.      Penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap pengurus dan atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi.
2.       Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, segala sesuatu yang berkaitan dengan proses persidangan diwakili oleh pengurus.
3.      Meskipun korporasi dapat dipertanggungjawabkan, akan tetapi dalam hal tertentu ada pengecualian, yaitu apabila tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus di luar dari yang ditentukan dalam anggaran dasar.
Kemudian pidana yang dijatuhkan diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang juncto Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, yang dirumuskan sebagai berikut :
(1)   Pidana pokok untuk korporasi adalah pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana denda ditambah satu pertiga (pasal 5 ayat (1)).
(2)   Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan /atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi (pasal 5 ayat (2)).
Diakuinya korporasi sebagai subyek hukum pidana dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, ini juga berdasarkan dengan pengertian tindak pidana pencucian uang yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah dubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 memberikan pengertian tentang pencucian uang, yaitu sebagai berikut :
“Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.” Berdasarkan pengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, yang pengaturannya mengakui korporasi sebagai subyek hukum pidana sebagaimana telah dipaparkan diatas, maka selanjutnya dibahas lebih lanjut tentang pertanggungjawaban pidana korporasi yang berbeda dengan pertanggungjawaban pidana pada umumnya. Pengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap bank, kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang, yaitu pelaku tindak pidana pencucian uang tersebut dipertanggungjawabkan dengan menggunakan sarana hukum pidana, dalam hal ini dipertanggungjawabkan secara pidana, tetapi tidak seperti pertanggungjawaban yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bergantung pada kesalahan. Pertanggungjawaban pidana terhadap bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang ini berbeda dengan pertanggungjawaban pidana yang menggunakan kesalahan (mens rea) atau dalam hukum pidana disebut dengan asas legalitas (tiada pidana tanpa kesalahan) yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena bank adalah suatu badan hukum, bukan manusia alamiah (natural person), maka harus diadakan penyimpangan.
Menurut saya kasus penggelapan uang nasabah Citibank Indonesia yang dilakukan oleh seorang Senior Relation Manager  Citibank Indonesia, Malinda Dee dengan memperalat seorang teller nya, yakni Dwi merupakan salah satu contoh kejahatan kerah putih di dunia perbankan. Model kejahatan kerah putih ini merupakan evolusi tindak kejahatan dalam dunia moderen. Menurut sebuah artikel online yang saya baca, dalam sejarah di negara-negara maju, kejahatan ini disebut sebagai business crime atau economic criminality. Karena pelaku kejahatan ini banyak melibatkan para pengusaha, pegawai perbankan, lembaga keuangan dan para pejabat. Kasus yang melibatkan Malinda Dee ini merupakan kasus kejahatan kerah putih ( white collar crime ) yang canggih, karena didukung oleh jaringan teknologi yang mutakhir. Selain itu pengawasan Bank Indonesia ( BI ) yang lemah karena keterbatasan Sumber Daya Manusia ( SDM ) dalam mengawasi kantor-kantor cabang terutama di daerah-daerah juga membuat pembobolan atau penggelapan uang nasabah menjadi mudah terjadi. Hukum tidak lagi menjadi ancaman bagi mereka yang melakukan kejahatan kerah putih termasuk Malinda Dee mungkin salah satunya. Karena selama ini seperti yang kita ketahui, para pelaku pembobol bank maupun pelaku korupsi yang mendapat hukuman penjara bertahun-tahun, tetapi ternyata didalam penjara mereka masih diberikan fasilitas yang nyaman dan mereka tidak mendapat hukuman yang berat. Atau bisa saja dengan membayar beberapa miliar rupiah pada oknum-oknum penegak hukum mereka sudah dapat bebas kembali. Ini membuat para pelaku kejahatan korupsi dan kejahatan kerah putih sekalipun tidak lagi memperdulikan hukum sehingga kasus seperti pembobolan uang nasabah Citibank tidak mungkin tidak akan terulang lagi.
Oknum pegawai Bank biasanya memanfaatkan kebiasaan para nasabah yang sangat mudah percaya pada pegawai Bank. Jika kasus ini dibiarkan terus berlanjut tanpa adanya tindakan tegas dari Pemerintah, maka akan membuat para nasabah kehilangan kepercayaan. Hal tersebut akan berdampak negatif pada Bank, salah satunya adalah kebangkrutan. Karena Bank juga akan dikenakan sanksi, seperti yang dialami oleh Citibank. Tidak boleh menambah nasabah baru layanan Citigold, Citibank kini juga dilarang menawarkan kartu kredit.
Kesimpulan:
Pembobolan uang nasabah yang melibatkan Malinda Dee dan teller nya di Citibank sebenarnya bisa saja dicegah. Dimulai dengan memperketat pengawasan internal, untuk mencegah oknum-oknum pegawai bank yang nakal. Untuk memperketat pengawasan tersebut memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus pembobolan uang nasabah. Kemudian dengan memperketat perekrutan Sumber Daya Manusia ( SDM ) perbankan sehingga yang diterima benar-benar yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun lebih penting dari itu attitude, yang menyangkut kejujuran dan komitmen tinggi pada profesi bankir. Dan yang selanjutnya Pemerintah harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau oknum-oknum penegak hukum yang masih dapat dengan mudah disuap. Lalu memperbaiki dua kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi. Dua hal ini harus terus-menerus diperbaiki karena selama ini dijadikan jalan bagi pembobol bank untuk beraksi. Atau dengan mengadakan kerjasama dengan para provider seperti Telkomsel, Satelindo dll untuk pengungkapan jaringan melalui mobile phone.
    Sumber :

Sabtu, 16 November 2013

TUGAS 6 EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DILIHAT DARI SISI ANGGOTA & DILIHAT DARI SISI PERUSAHAAN



TUGAS 6
EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DILIHAT DARI SISI ANGGOTA & DILIHAT DARI SISI PERUSAHAAN

1.      Evaluasi keberhasilan koperasi dilihat dari sisi Anggota

A. Efek-efek Ekonomis Koperasi

Salah satu hubungan penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan para anggotanya, yang kedudukannya sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Motivasi ekonomi anggota sebagai pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah diserahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang dan jasa, menguntungkan atau tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual atau pembeli di luar koperasi.
Pada dasarnya anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi:

Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhan
Jika pelayanan tersebut ditawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan dibanding yang diperolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi

B. Efek Harga dan Efek Biaya

Partisipasi anggota menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besarnya nilai manfaat peayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif. Motivasi utilitaria sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang dimaksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau diperolehnya harga yang menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus dibedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.

C. Analisis Hubungan Efek Ekonomis dan Keberhasilan Koperasi

Dalam badan usaha koperasi, laba bukanlah satu-satunya yang dikejar oleh manajemen, melainkan aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep koperasi, fungsi laba bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi ataupun transaksi anggota dengan kopersinya. Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang diterima oleh anggota.
Keberhasilan koperasi ditentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi anggota dan partisipasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat yang didapat oleh anggota tersebut.

D. Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan

Disebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangan-tantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontinyu di sesuaikan
Ada dua faktor utama yang mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya, yaitu:
Adanya tekanan persaingan dari anggota lain (terutama organisasi non koperasi)
Perubahan kebutuhan manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahan kebutuhan ini akan menentukan kebutuhan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan koperasi
Bila koperasi mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan meningkat. Untuk meningkatkan peayanan, koperasi membutuhkan informasi-informasi yang datang terutama dari anggota koperasi.

2.      Evaluasi keberhasilan koperasi dilihat dari sisi Perusahaan 

A. Efisiensi Perusahaan Koperasi
             
 Koperasi merupakan badan usaha yang di landasi dengan kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota.

• Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah adalah manfaat ekonomi dan
pengukurannya di hubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas
serta waktu terjadinya transaksi atau di perolehnya manfaat
ekonomi.

• Efesiensi adalah: penghematan input yang di ukur dengan cara
membandingkan input anggaran atau seharusnya (Ia) dengan input
realisasi atau sesungguhnya (Is), jika Is < Ia di sebut (Efisien). Efesiensi koperasi adalah suatu teori yang membahas tentang suatu hasil yang sesuai dengan kemauan dan harapan yang akan membuahkan hasil maksimal. Di hubungkan dengan waktu terjadinya transaksi/di perolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat di bagi menjadi dua jenis manfaat ekonomi yaitu :

(1) Manfaat ekonomi langsung (MEL) adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung di peroleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya

(2) Manfaat ekonomi tidak langsung (METL). adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi di peroleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/pertanggungjawaban pengurus & pengawas, yakni penerimaan SHU anggota.

• Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang di terima anggota dapat di hitung dengan cara sebagai berikut: TME = MEL + METL MEN = (MEL + METL) – BA

• Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurpose), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat di hitung dengan cara sebagai berikut : MEL = EfP + EfPK + Evs + EvP + EvPU METL = SHUa Efisiensi Perusahaan / Badan Usaha Koperasi:

1. Tingkat efisiensi biaya pelayanan BU ke anggota (TEBP) = Realisasi Biaya pelayanan Anggaran biaya pelayanan = Jika TEBP < 1 berarti efisien biaya pelayanan BU ke anggota 2. Tingkat efisiensi biaya usaha ke bukan anggota (TEBU) = Realisasi biaya usaha Anggaran biaya usaha Jika TEBU < 1 berarti efisien biaya usaha

2. Efektivitas Koperasi Efektivitas adalah pencapaian target output yang di ukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (Oa), dengan output realisasi atau sungguhnya (Os), jika Os > Oa di sebut efektif.
Rumus perhitungan Efektivitas koperasi (EvK) :
EvK = Realisasi SHUk + Realisasi MEL
Anggaran SHUk + Anggaran MEL = Jika EvK >1, berarti efektif
B.  Produktivitas Koperasi
Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) di sebut produktif. Rumus perhitungan Produktivitas Perusahaan Koperasi :
PPK = SHUk x 100 % (1) Modal koperasi
PPK = Laba bersih dr usaha dgn non anggota x 100% (2) Modal koperasi
a) Setiap Rp.1,00 Modal koperasi menghasilkan SHU sebesar Rp…..
b) Setiap Rp.1,00 modal koperasi menghasilkan laba bersih dari usaha dengan non anggota sebesar Rp….
C. Analisis Laporan Koperasi
Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi. Laporan Keuangan Koperasi berisi :
(1) Neraca,
(2) Perhitungan hasil usaha (income statement),
(3) Laporan arus kas (cash flow),
(4) Catatan atas laporan keuangan
(5) Laporan perubahan kekayaan bersih sbg laporan keuangan tambahan.
Perhitungan hasil usaha pada koperasi harus dapat menunjukkan usaha yang berasal dari anggota dan bukan anggota. Alokasi pendapatan dan beban kepada anggota dan bukan anggota pada perhitungan hasil usaha berdasarkan perbandingan manfaat yang di terima oleh anggota dan bukan anggota.
Laporan koperasi bukan merupakan laporan keuangan konsolidasi dari koperasi-koperasi. Dalam hal terjadi penggabungan dua atau lebih koperasi menjadi satu badan hukum koperasi, maka dalam penggabungan tersebut perlu memperhatikan nilai aktiva bersih yang riil dan bilamana perlu melakukan penilaian kembali. Dalam hal operasi mempunyai perusahaan dan unit-unit usaha yang berada di bawah satu pengelolaan, maka di susun laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan gabungan.


SUMBER :


TUGAS 5 PERMODALAN KOPERASI



TUGAS 5

PERMODALAN KOPERASI


1. PENGERTIAN MODAL KOPERASI

Modal  merupakan sejumlah dana yang akan digunakan  untuk melaksanakan usaha – usaha Koperasi.Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan azas-azas Koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan administrasi. Modal koperasi adalah sejumlah dana yang digunakan untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi. simpanan sebagai istilah penamaan modal koperasi pertama kali digunakan dalam UU 79 tahun 1958, yaitu UU koperasi pertama setelah kemerdekaan. Sejak saat itu sampai sekarang modal koperasi adalah simpanan, berbeda dengan perusahaan pada umumnya yang menggunakan istilah saham. Mungkin, istilah simpanan muncul karena kuatnya anjuran untuk menabung, dalam arti memupuk modal bagi rakyat banyak yang umumnya miskin agar memiliki kemampuan dan mandiri. Bahkan usaha koperasi nomor satu yang ditentukan UU adalah menggiatkan anggota untuk menyimpan. Mungkin tidak salah anggapan sementara orang bahwa UU koperasi lebih cocok untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Memupuk modal dengan menyimpan adalah sangat tepat. Tetapi kerancuan pengertian dan permasalahan timbul ketika istilah simpanan dibakukan sebagai modal koperasi.


2. SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI MENURUT (UU NO. 12/1967)

Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota  untuk diserahkan kepada Koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota Koperasi tersebut dan jumlahnya sama  untuk semua anggota Simpanan Wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota yang membayarnya kepada Koperasi pada waktu-waktu tertentu.
Simpanan Sukarela adalah simpanan anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturan –peraturan khusus.
Menurut UU no 12. tahun 1967, sumber permodalan untuk koperasi adalah sebagai berikut:

a. Simpanan pokok
Sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu masuk, besarnya sama untuk semua anggota, tidak dapat diambil selama anggota, menanggung kerugian.

b. Simpanan wajib
Simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu tertentu, ikut menanggung kerugian.

c. Simpanan sukarela
adalah simpanan anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturan –peraturan khusus.


SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI  MENURUT  (UU No. 25/1992)

Modal sendiri (equity capital) , bersumber dari simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana cadangan, dan donasi/hibah. Modal pinjaman ( debt capital), bersumber dari anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah.

Menurut UU no. 25 tahun 1992, sumber permodalan koperasi adalah sebagai berikut :
a. Modal sendiri (equity capital) , bersumber dari simpanan pokok anggota, simpanan
wajib, dana cadangan, dan donasi/hibah.
b. Modal pinjaman ( debt capital), bersumber dari anggota, koperasi lainnya, bank atau
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta
sumber lain yang sah.


3. DISTRIBUSI CADANGAN KOPERASI

Pengertian dana cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa  hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Sesuai Anggaran  Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa  25 % dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan , sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60 % disisihkan untuk Cadangan.
Menurut UU No. 25/1992, SHU yang diusahakan oleh anggota dan yang diusahakan oleh bukan anggota, ditentukan 30 % dari SHU tersebut disisihkan untuk  cadangan.
Distribusi cadangan koperasi antara lain dipergunakan untuk:Memenuhi kewajiban tertentu Meningkatkan jumlah operating capital koperasi Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari Perluasan usaha

Manfaat dari distribusi cadangan koperasi antara lain dipergunakan sebagai berikut :

1.      Memenuhi kewajiban tertentu
2.      Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
3.      Sebagai jaminan untuk kemungkinan-kemungkinan rugi dikemudian hari
4.      Perluasan usaha.

Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa dana cadangan merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan tidak boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar batas minimumnya. Misalnya pada saat koperasi mengalami kerugian dalam tahun buku tertentu, tetapi ingin membagikan SHU kepada anggota dengan pertimbangan tidak merugikan usaha koperasi dan melanggar ketentuan cadangan hibah. Hibah adalah pemberian yang diterima koperasi dari pihak lain, berupa uang atau barang. Hibah muncul sebagai komponen modal sendiri disebabkan karena pengalaman banyak koperasi menerima hibah, terutama dari pemerintah. Maksud ketentuan hibah dalam UU adalah agar koperasi dapat memeliharanya dengan baik dan dicatat dalam neraca pos modal sendiri. Koperasi yang menerima hibah harta tetap seperti peralatan atau mesin diwajibkan melakukan penyusutan, sehingga pada saatnya koperasi dapat membeli yang baru. Ketentuan tersebut dianggap berlebihan, karena hibah seharusnya ditentukan oleh perjanjian antara penerima dan pemberi hibah, termasuk persyaratan yang disepakati. Status dan perlakukan akuntansi disesuaikan dengan perjanjian tersebut.

Karena hibah merupakan kejadian biasa yang sering terjadi dalam dunia usaha, dan untuk waktu mendatang mungkin tidak banyak lagi, maka ketentuan tentang hibah seharusnya tidak perlu dicantumkan dalam UU. Hibah yang diterima koperasi cukup diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hibah yang diterima koperasi memang harus disyukuri, tetapi terkesan bahwa koperasi bermental peminta-minta hibah dan seharusnya dihindarkan.
Dana Cadangan. Dana cadangan diperoleh dan dikumpulkan dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha (SHU) tiap tahun, dengan maksud jika sewaktu-waktu diperlukan untuk menutup kerugian dan keperluan memupuk permodalan. Posisi dana cadangan dalam sisi pasiva menunjukkan bahwa jika terjadi kerugian dengan sendirinya akan terkompensasi dengan dana cadangan, dan apabila tidak mencukupi ditambah dengan.simpanan. Dapat dimengerti adanya ketentuan dalam hukum dagang bahwa jika kerugian suatu perusahaan mencapai lebih dari setengah modalnya wajib diumumkan. Karena modal perusahaan sudah berkurang dan beresiko.

Pemupukan dana cadangan koperasi dilakukan secara terus-menerus berdasar prosentase tertentu dari SHU, sehingga bertambah setiap tahun tanpa batas. Jika koperasi menerima fasilitas pemerintah, ditentukan bahwa prosentasi penyisihan dana cadangan semakin besar. Dana cadangan sering lebih besar jumlahnya dibanding simpanan anggota. Apabila dana cadangan menjadi sangat besar dan simpanan anggota tetap kecil, maka koperasi tidak ubahnya seperti perusahaan bersama atau mutual company (onderling; perusahaan tanpa pemilik). Ada yang berpendapat bahwa memang mutual company merupakan bentuk akhir dari koperasi, yang tentu bukan menjadi tujuannya. Dilihat dari tujuan dana cadangan untuk menutup kerugian, jumlah dana cadangan dapat dibatasi sampai jumlah tertentu sesuai keperluan. Misalnya disusun sampai mencapai sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah modal koperasi. Sebelum mencapai jumlah tersebut penggunaannya dibatasi hanya untuk menutup kerugian. Setelah tercapai jumlah tersebut dapat ditambah sesuai dengan kepentingan koperasi.Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa dana cadangan merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan tidak boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar batas minimumnya. 
SUMBER :