PENDAHULUAN
1.1
Pengertian Remunerasi
Remunerasi merupakan
kata serapan dari kata bahasa Inggris remunerate
yang menurut Oxford American Dictionaries berarti pay (someone) for services
rendered or work done. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata
remunerasi diartikan sebagai pemberian hadiah (penghargaan atas jasa dsb),
imbalan. Remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai
sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi
tempat bekerja. Remunerasi mempunyai makna lebih luas daripada gaji,karena
mencakup semua bentuk imbalan, baik yang berbentuk uang maupun barang,
diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan yang bersifat rutin maupun
tidak rutin. Imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan
jabatan,tunjangan khusus,bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan
prestasi kerja dan kinerja organisasi, intensif sebagai penghargaan prestasi,
dan berbagai jenis bantuan yang diberikan secara rutin. Imbalan tidak langsung
terdiri dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun ,gaji selama cuti santunan
musibah, dan sebagainya (Surya,2004).
Remunerasi pada dasarnya merupakan alat untuk mewujudkan
visi dan misi organisasi dengan tujuan menarik pegawai yang cakap dan
berpengalaman, mempertahankan pegawai yang berkualitas, memotivasi pegawai
untuk bekerja dengan efektif,memotivasi terbentuknya perilaku yang positif, dan
menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran.
Remunerasi bisa juga dikatakan
sebagai pemberian tunjangan yang disesuaikan dengan tingkat pekerjaan yang ada
di satu institusi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme dan
kinerja pegawai negeri sipil (PNS). Pemberian remunerasi itu bervariasi
bergantung pada tingkat kesulitan dan tanggung jawab pekerjaan masing-masing
individu.
Ada lima prinsip yang akan diterapkan dalam reformasi sistem remunerasi yaitu:
Ada lima prinsip yang akan diterapkan dalam reformasi sistem remunerasi yaitu:
1. Sistem merit, yaitu penetapan
penghasilan PNS berdasarkan harga jabatan;
2. Adil, dalam arti jabatan dengan
beban tugas dan tanggung jawab pekerjaan dengan bobot yang sama dibayar sama
dan pekerjaan yang menuntut pengetahuan, keterampilan serta tanggung jawab yang
lebih tinggi, dibayar lebih tinggi;
3. Layak, yaitu dapat memenuhi
kebutuhan hidup layak (bukan minimal);
4. Kompetitif, di mana gaji PNS setara
dengan gaji pegawai dengan kualifikasi yang sama di sektor swasta, guna
menghindari brain drain;
5. Transparan, dalam arti PNS hanya
memperoleh gaji dan tunjangan resmi.
Sedangkan struktur remunerasi terdiri atas tujuh
komponen yaitu:
1. Gaji, tidak lagi memakai istilah
gaji pokok, di mana gaji ditetapkan dengan memperhatikan peranan masing-masing
PNS dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan;
2. Tunjangan biaya hidup (kemahalan),
yang terdiri atas tunjangan pangan, perumahan, dan transpor;
3. Tunjangan kinerja (insentif), berupa
tunjangan prestasi yang diberikan pada akhir tahun;
4. Tunjangan hari raya, yang besarnya
sama dengan gaji dan diberikan sekali dalam satu tahun;
5. Tunjangan kompensasi yang diberikan
kepada PNS yang bertugas di daerah terpencil, daerah rawan konflik, dan di
daerah dengan lingkungan yang tidak nyaman, berbahaya atau berisiko tinggi;
6. Iuran bagi pemeliharaan kesehatan
PNS dan keluarganya dan diberikan minimal sama dengan yang dibayar oleh PNS;
Iuran dana pensiun dan tunjangan
hari tua (THT) dengan jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar oleh PNS.
1.2 Latar
belakang kebijakan Remunerasi
Remunerasi pemerintahan adalah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi.
Dilatar belakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan
clean and good governance.
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
- Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb.)
- Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
- Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara.
- Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien.
- Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
1.3 Maksud dan tujuan kebijakan Remunerasi
Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
1.4 Siapa saja yang mendapatkan Remunerasi
Sesuai dengan Undang-undang NO. 17 tahun 2007, tentang Rencana pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas ke dalam tiga kelompok :
·
Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun
Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas
Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur Negara.
·
Prioritas kedua adalah Kementrian/Lembaga yang terkait
dg kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan Negara dan
unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemda.
·
Prioritas ketiga adalah seluruh kementrian/lembaga
yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
1.5 Landasan Hukum Kebijakan Remunerasi.
- UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
- UU No.43/1999 tentang perubahan atas UU No.8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Psl 7, UU No.43/1999)
- Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan bahwa : “Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “.
- Perpres No.7/2005, tentang Rencana pembangunan jangka menengah Nasional.
- Konvensi ILO No. 100;, Diratifikasi pd th 1999, bunyinya ‘Equal remuneration for jobs of equal value’ (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama).
1.6 Mengapa Remunerasi bermakna sangat strategis
terhadap suksesnya Reformasi Birokrasi
Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi birokrasi, mengingat dampak paling signifikan terhadap kinerja lembaga akan sanga ditentukan oleh perubahan kultur birokrasi didalam melaksanakan tugas pokoknya. Sedangkan keberhasilan merubah kultur tersebut. akan sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan anggotanya.
Remunerasi bermakna sangat strategis terhadap suksesnya Reformasi birokrasi, mengingat dampak paling signifikan terhadap kinerja lembaga akan sanga ditentukan oleh perubahan kultur birokrasi didalam melaksanakan tugas pokoknya. Sedangkan keberhasilan merubah kultur tersebut. akan sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan anggotanya.
Namun tanpa iming-iming Remunerasi,
sesungguhnya Reformasi birokrasi sudah dilaksanakan sejak tahun 2002 yang lalu.
Yaitu dengan mencanangkan dan melaksanakan beberapa perubahan dan pembaharuan
dibidang instrumental, bidang struktural dan bidang kultural pegawai.
1.8
Sistem Remunerasi
Prinsip dasar sistem
remunerasi yang efektif mencakup prinsip individual
equity atau keadilan individual, dalam arti apa yang diterima oleh pegawai
harus setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai terhadap organisasi,
internal equity atau keadilan internal dalam arti adanya keadilan antara bobot
pekerjaan dan imbalan yang diterima, dan external equity atau keadilan eksternal
dalam arti keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam organisasinya
dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan (Surya,2004).
Sistem remunerasi atau pengupahan
dirumah sakit pada umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1.
Basic
Salary
Yaitu
dalam bentuk gaji bulanan yang sifatnya biaya tetap atau fixed cost, yang tidak
tergantung kepada produk yang dihasilkan, besar atau kecil produk tidak
berpengaruh kepada besarnya biaya yang dikeluarkan. Dasar yang digunakan untuk
menentukan basic salary adalah pangkat ,
golongan , tingkat pendidikan, lama kerja, jabatan dan sebagainya. Tujuan dari
basic salary adalah untuk keamanan (safety) artinya sebatas memenuhi kebutuhan
dasar seseorang karyawan saja.
2.
Incentive
Adalah
tambahan pendapatan yang sangat bergatung kepada produk yang dihasilkan,
semakin besar produk semakin besar intensif. Dasar yang digunakan
bermacam-macam misalnya berdasarkan kinerja karyawan, atau berdasarkan posisi
karyawan. Pada umumnya di rumah sakit, dokter spesialis berdasarkan berapa
besar tarif jasa pelayanan medik yang melekat kedalam tarif pelayanan medik.
Sedangkan paramedik dan tenaga struktural berdasarkan indexing atau scoring.
Tujuannya adalah untuk merangsang kinerja dan motivasi karyawan (motivation).
3.
Merit
Adalah
penghargaan dari organisasi bagi karyawan yang berprestasi, biasanya diberikan
pada akhir tahun, atau penghargan kepada seluruh karyawan dalam bentuk THR.
Dasarnya adlah profit margin tujuannnya adalah untuk memberikan penghargaan
kepada karyawan yang berprestasi atau kesejahteraan karyawan (reward).
Contoh kasus Remunerasi dan
Kesimpulan
Kasus Gayus Tambunan yang
diprasangkakan terlibat dalam praktik mafia pajak mengejutkan publik. Gayus,
seorang pegawai negeri sipil (PNS) golongan III yang baru sembilan tahun
menjadi abdi negara, memiliki rekening dan kekayaan yang luar biasa (hingga
sekitar Rp 24 miliar) yang diduga dari hasil penggelapan pajak.
Kasus Gayus memunculkan resistensi sosial di tengah
masyarakat. Masyarakat menjadi geram karena di institusi yang dikenal dengan
pilot project remunerasi itu, yakni di Kementerian Keuangan khususnya di Ditjen
Pajak, meski gaji PNS tergolong tinggi, praktik korupsi tetap merajalela.
Ditengarai oleh publik, masih banyak personal atau
“oknum” secara kolektif yang berperilaku seperti Gayus. Karena itu, muncul
gerakan resistensi sosial melalui penggalangan opini media untuk memboikot
pajak. Meski gerakan tersebut dianggap sebagai sikap reaksioner, namun memiliki
visi untuk mengembalikan mandat pajak pada substansi yang sebenarnya.
Kasus “memalukan” bagi bangsa ini, setelah skandal
Century, membuka tabir dan fakta sosial baru yang tidak terbantahkan. Bahwa
korupsi telah menjadi budaya dan merasuki seluruh sistem tata kelola
pemerintahan, termasuk di institusi yang dianggap memiliki “kuasa” untuk
mengelola keuangan negara dan memiliki otoritas kekuasaan yang besar.
Telah enam tahun sistem penghargaan prestasi kerja
atau remunerasi dipraktikkan di jajaran PNS di kalangan Kementerian Keuangan.
Remunerasi dianggap sebagai simbol reformasi birokrasi. Namun kenyataannya,
remunerasi membuka fakta bahwa standar gaji dan penghasilan legal yang tinggi
tidak menyurutkan praktik korupsi. Justru korupsi terkesan makin menggurita
karena standar gaji yang tinggi. Para pelaku korupsi yang terbiasa melakukan
praktik korupsi dalam hitungan angka yang kecil, karena penghasilan legalnya
meningkat, maka akan cenderung melakukan praktik korupsi dengan nominal yang
lebih besar.
Sistem remunerasi sendiri telah menguras dana APBN
mencapai triliunan rupiah dan ternyata gagal menjadi alat peredam korupsi.
Banyak pihak menduga, sosok simbolik korupsi semacam Gayus jumlahnya tidak saja
segelintir orang, namun bisa ratusan orang yang memiliki posisi, wewenang, dan
kesempatan.
Sistem remunerasi kini berada dalam titik nadir
apabila dipraktikkan di lingkungan birokrasi kekuasaan yang puluhan tahun
berwatak korup. Tanpa revolusi ideologi-sistem-personal birokrasi pemerintahan,
remunerasi akan makin terbenam ke dalam kegagalan. Sistem remunerasi di jajaran
Kementerian Keuangan semula dianggap sebagai percontohan peningkatan etos kerja
PNS dan aparatur negara-meski secara filosofis sistem ini bisa dianggap sebagai
bentuk diskriminasi. Sistem remunerasi dengan menggelontorkan dana masyarakat
lewat APBN menyalahi nilai keadilan, serta persamaan peran dan fungsi.
Substansinya boleh dikatakan sebagai bentuk diskriminasi karena alasan-alasan
tertentu.
Pertama, diskriminasi peran dan fungsi. Remunerasi di
jajaran Kementerian Keuangan dianggap akan mencegah korupsi dan sebagai “balas
jasa” atas standar kerja jajaran aparatur instansi terkait. Selama ini dalam
logika pemegang “kuasa”, remunerasi disimbolkan bahwa para aparatur negara di
sektor keuangan dianggap bekerja paling keras dan memiliki fungsi yang paling
penting bagi negara. Sebab, mereka adalah pengumpul dana untuk pemasukan APBN
sehingga perlu dihargai secara layak.
Hal ini jelas mendiskriminasi dari eksistensi dan
fungsi abdi negara yang lain. Termasuk para prajurit dan PNS yang sesungguhnya
juga berjasa dan berfungsi menyelamatkan negara dalam beban kerjanya. Lihatlah,
gaji prajurit TNI yang bekerja di perbatasan dan bertugas menjaga integritas
wilayah yang rata-rata standar penghasilannya hanya Rp 3,5 juta per bulan.
Demikian pula para PNS yang bekerja di menara-menara mercusuar yang digaji
minimal. Para PNS di lingkungan pemerintah daerah juga bekerja dengan beban
waktu yang meningkat pada era otonomi daerah. Mengapa yang menjadi pahlawan
adalah mereka yang bekerja sebagai “pengumpul upeti”?
Kedua, diskriminasi hak-hak masyarakat pembayar pajak.
Telah diketahui secara luas oleh publik, sumber pemasukan APBN setiap tahunnya
70% berasal dari sektor pajak, namun 60% dialokasikan untuk belanja pegawai.
Adanya sistem remunerasi menjadi beban bagi APBN karena alokasi pengeluaran
makin besar. Karena itu, penambahan alokasi untuk belanja modal pembangunan
makin berkurang. Lantas, dalam konteks demikian, sebuah pertanyaan muncul,
apakah yang diberikan negara kepada para masyarakat pembayar pajak? Logika
Menteri Keuangan, selama ini alokasi untuk subsidi sosial menjadi beban bagi
negara sehingga perlu dieliminasi. Yang namanya negara harus lepas dari beban
anggaran subsidi sosial.
Ketiga, remunerasi melanggar martabat masyarakat
marginal yang selama ini menjadi beban pajak. Sebanyak 150 juta pekerja di
Indonesia digaji dengan standar upah murah oleh perusahaan karena biaya
produksi terserap oleh beban pajak yang makin tinggi. Upah buruh yang rendah
sebagai implikasi dari dikonversinya biaya produksi yang salah satunya adalah
pajak. Mereka, para pekerja, sesungguhnya membayar pajak dari tetesan keringat
dan secara formal dari standar gaji legal mereka. Begitu juga para petani,
mendapat beban pajak berbagai jenis. Hal ini menunjukkan remunerasi melanggar
prinsip kerakyatan.
Standar gaji para aparatur negara di jajaran
Kementerian Keuangan selama ini memunculkan kecemburuan meluas di kalangan
masyarakat dan abdi negara yang lain. Banyak kasak-kusuk yang selalu menjadi
perbincangan publik. “Pegawai pajak dan bea cukai sebenarnya kerjanya lebih
banyak bersifat teknis-administratif, namun standar gaji mereka lebih besar
dibanding abdi negara yang memainkan fungsi sosial.”
Melihat realitas demikian, saat ini perlu dikaji ulang
sistem remunerasi di jajaran Kementerian Keuangan. Sebab, korupsi menjadi bukti
kegagalan reformasi birokrasi. Yang dibutuhkan adalah kenaikan standar gaji PNS
sesuai prinsip kelayakan dan kepatutan publik.
Alangkah ironisnya, seorang Gayus
yang golongan III A standar gajinya mencapai angka Rp 12 juta per bulan.
Sementara gaji prajurit rata-rata hanya Rp 2 juta per bulan. Apalagi dibanding
pekerja sektor industri yang hanya rata-rata UMK (upah minimum kabupaten)-nya
Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta per bulan.
Saran
Logika yang dipakai sebagai
dasar pemberian renumerasi PNS di Kemenkeu itu yang perlu dipertanyakan. Kalau
alasannya karena PNS yang bekerja disana itu yang mengurusi keluar-masuknya
uang negara serta mengepulnya dari berbagai sumber sehingga wajar mereka di gaji
besar, jelas kurang fair dong. Kalau itu alasannya, maka seorang PNS yang
bekerja di Kementerian ESDM, harusnya diberi renumenrasi besar karena jasanya
mengurusi kekayaan alam negara. Begitu pula yang PNS di Kementerian Perhutanan,
wajar mereka dikasih renumerasi besar pula, sebab hasil hutan itu tak sedikit
menyumbang uang ke negara.
Halnya
guru dan Dosen yang PNS, juga harus diberi renumerasi besar karena akibat
jasa-jasa mereka, penduduk di negeri ini menjadi pintar-pintar sehingga bisa
menjadi anggota DPR, Menteri dan Jenderal. Juga para prajurit TNI dan POLRI
itu, seharusnya dikasih renumerasi yang besar, sebab tanpa mereka pastilah
keamanan dan ketertiban negara akan kacau balau, yang menyebabkan semua
penduduk tidak akan bisa lancar bekerja dan mencari rezekinya.
Daftar
Pustaka :
http://theadventureofnur.blogspot.com/2012/03/implementasi-remunerasi-terhadap.html
diunduh pada Selasa, 04 November 2014 pukul 19.35
http://diahtyas8.wordpress.com/2010/11/23/remunerasi-sebagai-penghargaan-kinerja-pegawai-pemerintah/ diunduh pada Selasa, 04 November 2014 pukul
19.55
Handoko, T. Hani. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi 2.
1987. Yogyakarta. Penerbit: BPFE-YOGYAKARTA
http://sir.stikom,edu/164/5/BAB
II.pdf diunduh pada Rabu,05 November 2015 pukul 21.11
http://indonesiabisasehat.blogspot.com/2009/09/tentang-remunerasi-intermezo.html
diunduh pada Rabu, 05 November pukul 21.33
http://uripsantoso.wordpress.com/2012/11/03/remunerasi-pegawai-negeri-sipil/
diunduh pada Rabu,05 November pukul
21.50