KASUS EKSPOR-IMPOR MINYAK PETRAL GROUP (Siti Maroha, SS-UG, 4EB17)
Awalnya, Grup Perta didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan patungan antara Pertamina dan kelompok usaha dengan kepentingan Amerika Serikat (AS). Grup Perta awalnya diselenggarakan untuk memasarkan minyak mentah Pertamina dan produk minyak di AS Grup Perta mulai beroperasi perdagangan pada tahun 1972. Struktur perusahaan terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, sebuah perusahaan asal Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, sebuah perusahaan California, yang menangani sehari-hari kegiatan di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari reorganisasi besar pada tahun 1978, perusahaan Bahama diganti dengan Perta Oil Marketing Limited yang berbasis di Hong Kong. Pada bulan September 1998, Pertamina mengakuisisi seluruh saham Perta Group dan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan tersebut.
Berdasarkan persetujuan pemegang saham pada Maret
2001, perusahaan secara resmi berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading
Limited (Petral). Petral didirikan untuk menjadi tangan perdagangan Pertamina
dan anak perusahaan untuk pemasaran Pertamina di pasar internasional. Petral
adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan
impor minyak. Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang
korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi di dalam anak perusahaan
Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral
khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia.
Langkah ini diambil sebagai kebijakan perusahaan Pertamina dalam meningkatkan
perdagangan minyak di tingkat internasional.
Hasil audit forensik terhadap Pertamina
Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak
pada 2012-2014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan
mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$
18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
Audit forensik Petral adalah tantangan yang besar, hampir setara dengan risiko Tim RTKM yang mampu membubarkannya. Terlepas dari patgulipat ekspor hasil migas Indonesia sejak 1969 sampai 1996, yang paling menyakiti rakyat adalah perilakunya yang tidak terpuji saat impor migas 1996 dan sesudahnya sampai 2014.
Audit forensik Petral adalah tantangan yang besar, hampir setara dengan risiko Tim RTKM yang mampu membubarkannya. Terlepas dari patgulipat ekspor hasil migas Indonesia sejak 1969 sampai 1996, yang paling menyakiti rakyat adalah perilakunya yang tidak terpuji saat impor migas 1996 dan sesudahnya sampai 2014.
Data BPS sejak 1996, impor
minyak mentah sebenarnya sudah ada dengan volume 189 ribu bph dan berangsur
naik sampai saat ini sedikitnya 850 ribu bph. Pada 2014 total impor minyak
mentah setahun 833,54 juta barel; sementara tahun ini sudah kontrak impor
minyak mentah 306,46 juta barel. Total barel yang dikelola Petral sejak 1996
sampai 2014 minimal 2,368 miliar barel. Jika sebetulnya ada diskon USD 1,3
setiap barel minyak mentah yang diimpor sebagai cash back seharusnya untuk
negara, audit forensik minimal akan menemukan kecurangan sampai USD 3,43
miliar. Namun, sepak terjang Petral bukan hanya
masalah diskon yang tidak transparan. Perilakunya dalam skala masif mengacaukan
APBN dengan skema subsidi BBM yang berkepanjangan dan mengisap keringat rakyat.
Besarnya subsidi BBM terus membengkak; pada 2007 masih Rp 83,8 triliun dan
menjadi Rp 240 triliun pada 2014. Total subsidi sejak 2007 mencapai Rp 1.347,6
triliun! Malapraktik Petral jika dilihat dari dampak kerusakannya malah jauh
lebih besar daripada kasus BLBI yang tidak tentu rimbanya. Audit forensik untuk
Petral itu tentu saja sangat penting agar manajemen Pertamina semakin bersih
dalam menghadapi kompetisi migas internasional yang semakin ketat. Namun, siapa
pun auditornya harus tetap berpihak pada kebenaran dan bukan menjadi alat untuk
kepentingan politik.
Review Kasus Petral (Anak Perusahaan
Pertamina)
1. Nama KAP : KAP Kordamentha
2. Jenis audit yang dilakukan :
Audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan
informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
3.
Prosedur
Audit :
§ a. Identifikasi
Masalah
Dalam tahap ini Auditor melakukan pemahaman awal
terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk
mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan
secara tepat sasaran.
§b. Pembicaraan dengan Klien
Dalam tahap ini Auditor akan melakukan pembahasan
bersama klien yang berkaitan dengan lingkup, kriteria, metodologi audit,
limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun
kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.
§ c. Pemeriksaan Pendahuluan
Dalam tahap ini Auditor melakukan pengumpulan
data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahuluan bisa dituangkan
dengan menggunakan matriks 5W + 2H (Who, What, Where, When, Why, How, and
How Much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H.
Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih
lanjut diperlukan atau tidak.
§d. Pemeriksaan Lanjutan
Dalam tahap ini Auditor akan melakukan
pengumpulan bukti serta melakukan analisanya. Dalam tahap ini lah audit
sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna
mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
§e. Penyusunan laporan
Pada tahap akhir ini Auditor melakukan penyusunan
laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang
harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah :
·
Kondisi,
yaitu kondisi yang benar-benar terjadi dilapangan
·
Kriteria,
yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu,
jika kondisi tidak sesuai dengan
kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan
·
Simpulan,
yaitu berisikan kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup
sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud.
4. Kesimpulan :
Pada kasus petral
dapat diambil kesimpulan, bahwa Dirut PT Pertamina Dwi Soetjipto mengenai hasil
audit petral yang terungkap bahwa KordaMentha tidak menemukan bukti atau
informasi adanya korupsi maupun suap yang diterima oleh para karyawan petral.
Hasil tersebut berdasarkan peninjauan (review) dokumentasi, data
elektronik,wawancara, dan lain-lain. Pencarian bukti adanya korupsi juga sulit
dilakukan karena auditor tidak berwenang membuka data-data rekening dan aset
para karyawan petral. Sebaliknya hasil audit petral selama periode Januari 2012
hingga Mei 2015 itu hanya menemukan adanya penyimpangan dalam proses
operasional perusahaan. Masalah itu berhulu dari perubahan kebijakan pimpinan
pertamina pada tahun 2012 yaitu, pembelian minyak mentah dan produk minyak
secara langsung dari perusahaan migas nasional (NOC) dan pemilik kilang.
Kebijakan itu menimbulkan potensi inefisiensi dari sisi nilai dan volume. Ada
tiga faktor penyebab inefisiensi tersebut. Pertama, kebijakan petral dalam
proses pengadaan, mulai dari penentuan harga, volume dan pemilihan NOC yang
tidak kompetitif. Kedua, kebocoran informasi tender. Ketiga, pengaruh pihak
eksternal dalam proses bisnis petral, seperti pemilihan mitra tak langsung dan
proses negoisasi term and condition. Terdapat tiga kegiatan
yang sudah dan sedang dilakukan terhadap Petral, yakni kajian mendalam (due
dilligence) terhadap aspek keuangan dan pajak yang dilakukan EY serta
legal oleh HSF dan wind-down process berupa inovasi kontrak,settlement utang piutang, dan pemindahan aset
kepada Pertamina. Dalam kasus itu terdapat beberapa prinsip etika, yaitu
diantaranya :
·
Tanggung jawab Profesi
Lembaga audit independen
(Kordamentha) sudah bertanggungjawab terhadap profesi kode etik akuntan karena
sudah menyiapkan bukti-bukti dan mengaudit para pegawai nakal hingga menemukan
kecurangan yang merugikan negara.
·
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin. Dalam kasus ini, lembaga audit independen
(Kordamentha) telah membuktikan pegawai yang bermasalah tidak diberikan izin
untuk mendapatkan wewenang lagi dalam menjalankan tugas dibagian impor BBM. Hal
ini menunjukan integritasnya dan agar segera direalisasi sehingga meningkatkan
kepercayaan publik (masyarakat).
5. Temuan Audit
:
Berdasarkan
pelanggaran No. 100 tentang Independensi, Integritas dan Objektivitas dalam
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dilakukan kasus Petral setelah
diaudit oleh Kordamentha adalah sebagai berikut:
§ a) Terdapat jaringan
mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$
18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
§ b)
Dalam
proses pengadaan terdapat kebocoran informasi rahasia yang dalam bentuk surat
elektronik (email) maupun obrolan via sosial media. Informasi tersebut
berkaitan dengan patokan harga dan volume bahan bakar minyak (BBM).
§c) Pengaruh
pihak eksternal dalam proses bisnis petral, seperti pemilihan mitra tak
langsung dan proses negoisasi term and condition.
§d) Ketidakefisienan
rantai suplai berupa mahalnya harga crude dan produk
serta dapat menyebabkan harga beli minyak yang
kurang kompetitif yang dipengaruhi oleh kebijakan Petral dalam proses
pengadaan.
Sumber
Informasi :